Pencarian

2011-01-19

MENGUNGKAP SKENARIO KASUS GAYUS

KASUS PAJAK GAYUS
Adnan Buyung: Ini Permainan Kotor Polisi dan Satgas!



  
Gayus Halomoan Partahanan Tambunan cukup tegar. Dan siap menghadapi semua putusan hakim

Demikian dikatakan Ketua Penasehat Hukumnya, Adnan Buyung Nasution sesampainya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera, Jakarta (Rabu,19/1).

Namun demikian, Bang Buyung menyayangkan upaya pengalihan isu seperti kasus paspor palsu yang dilakukan pihak-pihak tertentu.

"Ini permainan kotor, ini permainan intelejen, ini dihitamkan. Semua dibuat gitu. mungkin rekayasa polisi dan Satgas, waktu gayus diperikasa Satgas semua kasus bigfish sudah diperiksa tapi kenapa sekarang yang muncul kasus kecil paspor paslsu, mungkin harus dilakukan juga temuan antara gayus dan susno agar semua bisa terungkap lagi, Saya betul-betul marah dan kesal,"lanjutnya.

Masih kata pengacara senior ini, harusnya semua kasus besarnya dibongkar, tapi saat ini yang buka mulut malah dibenamkan dengan isu yang jelek.

Adnan menambahkan, kliennya akan tetap buka-bukaan, apapun vonis yang akan diterima.

"Saya ikhlas dihukum mati, asal semuanya dibuka," lanjutnya.

Ia juga yakin permintaannya kepada agar Majelis Hakim mengeluarkan keputusan agar semua kasus besar pajak harus diusut akan dikabulkan bersamaan dengan vonis.

12 INSTRUKSI PRESIDEN TERKAIT KASUS GAYUS


 
Kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan terus menjadi sorotan publik, bahkan secara langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginstruksikan kepada jajarannya untuk segera menyelasaikan persoalan tersebut, hal ini disampaikan oleh Presiden susai memimpin rapat seusai memimpin rapat terbatas di Istana Negara.
Berikut adalah instruksi Presiden terkait kasus Gayus Tambunan

1.Kepada kepolisian RI, Kejaksaan, Kemenkeu (Kementerian Keuangan), dan Kemenkumham (Kementerian Hukum dan HAM), saya instruksikan untuk mempercepat dan menuntaskan kasus hukum saudara Gayus Tambunan.

2.Tingkatkan sinergi diantara penegak hukum dengan melibatkan PPATK, dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. KPK lebih dilibatkan dan lebih didorong untuk lakukan langkah-langkah pemeriksaan yang belum dilakukan oleh Polri.

3.Kita lakukan audit kinerja dan audit keuangan yang dilakukan oleh kasus Gayus ditandai terjadinya penyimpangan dan pelanggaran di simpiul lembaga-lembaga negara itu. Dalam hal ini di Kepolisian, Kejaksaan dan Ditjen Pajak. Saya berharap hal yang sama juga dilakukan kepada lembaga penegak hukum yang tidak dibawah kendali Presiden.

4.Dalam penegakan hukum agar dijalankan secara adil dan tidak pandang bulu. Pada 149 perusahaan yang disebut bisa saja ada masalah perpajakan manakala dari hasil penyelidikan sudah ada bukti permulaan yang cukup, dalam arti juga melakukan pelanggaran, tentu perlu dilakukan pemerinksaan terhadapnya.

5.Guna meningkatkan efektifitas penegakan hukum, saya berpendapat metode pembuktian terbalik bisa dilakukan sesuai dengan perundangan yang berlaku di negara kita.

6.Saya instruksikan untuk mengamankan dan mengembalikan uang dan aset-aset negara termasuk perlunya dilakukan perampasan uang dari kasus korupsi Gayus.

7.Saya instruksikan untuk memberikan tindakan administrasi dan disiplin sanksi hukum bagi yang dinyatakan bersalah bagi semua pejabat yang nyata-nyata melakukan kejahatan, pelanggaran, dalam hal ini termasuk mutasi dan pencopotan. Bagi lembaga yang belum lakukan itu bisa segera lakukan dalam 1 minggu kedepan.

8.Bagi organisasi atau lembaga yng pejabatnya lakukan kesalahan dan penyimpangan perlu dilakukan penataan ulang agar bisa dibersihkan unsur-unsur yang serupa di masa depan dan ini saya berikan waktu satu bulan kedepan ini.

9.Kita akan lakukan peninjauan secara serius terhadap sistem kerja terhadap semua peraturan yang memiliki lubang-lubang hukum untuk mencegah terjadinya penyimpangan serupa di masa depan.

10.Saya ingin dapatkan laporan secara berkala, dari kemajuan penuntasan kasus Gayus termasuk pelaksanaan Inpres yang secara tertulis akan saya keluarkan setiap dua minggu.

11.Saya juga instruksikan untuk menjelaskan atau mengumumkan kepada masyarakat luas tentang kemajuan kasus Gayus secara berkala dan insidensial agar masyakarat ikuti apa yang telah dan sedang dilakukan penegak hukum termasuk unsur pemerintah terkait.

12.Saya menugasi saudara Wapres (Wakil Presiden Boediono) untuk memimpin kegiatan pegnawasan, pemantauan inpres ini dengan dibantu satgas pemberantasan mafia hukum. [nr]

Sulit Suruh Percaya kepada POLISI


KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMOGayus Halomoan Tambunan memberikan keterangan saat menjadi saksi pada sidang dengan terdakwa AKP Sri Sumartini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/8/2010).


JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) memperingatkan adanya rekayasa jilid II dalam kasus Gayus Halomoan Tambunan. Pasalnya, banyak fakta yang terungkap di persidangan menunjukkan adanya keterlibatan oknum petinggi kepolisian yang terlibat di dalam kasus tersebut.

Dengan keterlibatan oknum tersebut, sangat sulit memercayai polisi akan mampu menuntaskannya di tengah pusara konflik kepentingan. Demikian disampaikan Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah, dalam jumpa pers di Kantor ICW, Minggu (21/11/2010)
.

"Kejanggalan paling mencolok dimulai dengan adanya desain sistematis untuk membonsai kasus ini di mana Gayus justru dijerat pada kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570 juta dan bukan pada kasus utama, yaitu rekening Rp 28 miliar dan save deposit Rp 75 miliar," ucap Febri. 

Kedua kasus yang disebut terakhir, lanjut Febri, justru seolah hilang ditelan bumi. "Manuver ini disinyalir untuk menghindar dari simpul besar kasus mafia pajak yang diduga menjerat para petinggi di institusi kepolisian," ucapnya.

Ia juga melihat keengganan polisi menuntaskan kasus Gayus dibuktikan dari beberapa petinggi kepolisian, yakni Edmon Ilyas, Pambudi Pamungkas, Eko Budi Sampurno, Raja Erizman, sampai dengan Kabareskrim dan Wakabareskrim tidak tersentuh sama sekali. "Padahal, Gayus bilang di persidangan mengeluarkan uang  500.000 dollar AS kepada perwira tinggi polisi agar blokir rekeningnya bisa dibuka. Ini bisa sebagai alat bukti sah," ucap Febri.
Alih-alih menjerat perwira tinggi tersebut, polisi pun cenderung melokalisir kasus ini hanya sampai kepada perwira menengah,  yakni Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini. "Mereka dijadikan tumbal. Mereka hanya pemain kecil yang tidak berwenang pada pemegang keputusan dalam skenario kasus tersebut," ucap Febri.

Sejumlah pihak saat ini mendorong wacana agar kasus penggelapan pajak yang melibatkan Gayus ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihak KPK sendiri menyatakan kesiapannya menerima limpahan kasus tersebut. Namun, kepolisian masih berusaha meyakinkan bahwa kasus tersebut akan dapat dituntaskan

10 KEJANGGALAN KASUS GAYUS


KOMPAS/ ALIF ICHWAN

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat setidaknya ada 10 fakta kejanggalan yang terjadi dalam pengungkapan skandal mafia pajak dengan tersangka pegawai pajak Gayus HP Tambunan. Kejanggalan ini baik dari segi kasus hingga para penegak hukum.


Peneliti hukum ICW Donald Faris, Minggu (21/11/2010), di kantor ICW, Jakarta, mengungkapkan 10 kejanggalan tersebut. Inilah kejanggalan dan analisa versi ICW. 

Pertama, Gayus dijerat pada kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570.952.000, dan bukan pada kasus utamanya, yaitu kepemilikan rekening Rp 28 miliar, sesuai dengan yang didakwakan pada Dakwaan Perkara Pidana Nomor 1195/Pid/B/2010/PN.JKT.Sel.

"Pemilihan kasus PT SAT diduga merupakan skenario kepolisian dan kejaksaan untuk menghindar dari simpul besar kasus mafia pajak yang diduga menjerat para petinggi di kedua institusi tersebut. Kasus PT SAT sendiri amat jauh keterkaitannya dengan asal muasal kasus ini mencuat, yaitu kepemilikan rekening Rp 28 miliar milik Gayus," kata Donald.
Dikatakan Donald, pernyataan ini sulit dibantah karena secara faktual beberapa petinggi kepolisian, seperti Edmon Ilyas, Pambudi Pamungkas, Eko Budi Sampurno, Raja Erizman, dan Kabareskrim dan Wakabareskrim, hingga kini tidak tersentuh sama sekali. Padahal, dalam kesaksiannya, Gayus pernah menyatakan pernah mengeluarkan uang sebesar 500.000 dollar AS untuk perwira tinggi kepolisian melalui Haposan. Tujuannya, agar blokir rekening uangnya dibuka.
Kedua, Polisi menyita save deposit milik Gayus Tambunan sebesar Rp 75 miliar. Namun, perkembangannya tidak jelas hingga saat ini. "Hingga saat ini, keberlanjutan pemeriksaan atas rekening lain milik Gayus dengan nominal mencapai Rp 75 miliar menjadi tidak jelas. Polisi terkesan amat tertutup atas rekening yang secara nominal jauh lebih besar," kata Donald.
Ketiga, kepolisian masih belum memproses secara hukum tiga perusahaan yang diduga menyuap Gayus, seperti KPC, Arutmin, dan Bumi Resource. Padahal, Gayus telah mengakui telah menerima uang 3.000.000 dollar AS dari perusahaan tersebut.
"Kepolisian seolah tutup kuping dari kesaksian Gayus di persidangan terkait kepemilikan rekening Rp 28 miliar yang berasal dari KPC, Arutmin, dan Bumi Resource. Hingga saat ini kepolisian belum memproses ketiga perusahaan tersebut. Padahal, Gayus sudah menyatakan bahwa dia pernah membuat Surat Pemberitahuan Pajak Pembetulan tahun pajak 2005-2006 untuk KPC dan Arutmin. Alasan kepolisian belum memproses kasus ini adalah belum cukup alat bukti. Alasan ini dinilai ICW mengada-ada. Kesaksian Gayus di persidangan dinilai sudah cukup menjadi sebuah alat bukti yang sah di mata hukum," kata Donald.
Keempat, Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini sudah divonis bersalah. Namun, petinggi kepolisian yang pernah disebut-sebut keterlibatannya oleh Gayus belum diproses sama sekali. "Pihak kepolisian melokalisir kasus ini hanya sampai perwira menengah. Baik Kompol Arafat maupun AKP Sumartini seolah dijadikan tumbal dalam kasus tersebut. Padahal, mereka hanyalah pemain kecil dan tidak berkedudukan sebagai pemegang keputusan. Polri terkesan melindungi keterlibatan para perwira tinggi," kata Donald.
Kelima, Kepolisian menetapkan Gayus, Humala Napitupulu, dan Maruli Pandapotan Manulung sebagai tersangka kasus pajak PT SAT. Namun, penyidik tak menjerat atasan mereka yang sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang lebih besar. "Hal ini merupakan bagian dari konspirasi tebang pilih penegak hukum kepada pelaku kecil dan tidak memiliki posisi daya tawar yang kuat. Selain ketiga tersangka tersebut, berdasarkan SK Direktorat Jenderal Pajak No: KEP-036/PJ.01/UP.53/2007, paling tidak ada dua nama yang seharusnya juga bertanggung jawab, yaitu Kepala Subdirektorat Pengurangan dan Keberatan Johny Marihot Tobing dan Direktur Keberatan dan Banding Bambang Heru Ismiarso," kata Donald.
Keenam, pada 10 Juni 2010 Mabes Polri menetapkan Jaksa Cirus Sinaga dan Poltak Manulang sebagai tersangka kasus suap dalam kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus. Namun, tiba-tiba, status Cirus berubah menjadi saksi. "Perubahan status ini dicurigai sebagai bentuk kompromi penegak hukum untuk menjerat pihak-pihak yang sebenarnya diduga terlibat. Hal ini amat mungkin terjadi karena dimensi kasus Gayus yang amat luas hingga pada petinggi kepolisian," kata Donald.
Ketujuh, Kejagung melaporkan Cirus ke kepolisian terkait bocornya rencana penuntutan. Namun, hal ini bukan karena kasus dugaan suap Rp 5 miliar dan penghilangan pasal korupsi serta pencucian uang dalam dakwaan pada kasus sebelumnya. "Di satu sisi, langkah Kejagung ini menimbulkan pertanyaan, kenapa yang dilaporkan adalah kasus bocornya rentut, bukan kasus penghilangan pasal korupsi dan pencucian uang. Langkah ini diduga sebagai siasat untuk melokalisir permasalahan dan mengorbankan Cirus seorang diri," kata Donald.
Kedelapan, Dirjen Pajak enggan memeriksa ulang pajak perusahaan yang diduga pernah menyuap Gatys karena menunggu novum baru. Padahal, menurut Donald, pernyataan Gayus perihal uang sebesar 3.000.000 dollar AS diperolehnya dari KPC, Arutmin, dan Bumi Resource, bisa dijadikan sebuah alat bukti karena disampaikan dalam persidangan.
Kesembilan, Gayus keluar dari Mako Brimob ke Bali dengan menggunakan identitas palsu. Menurut Donald, hal ini menunjukkan dua kejanggalan. Pertama, kepolisian tidak serius mengungkap kasus Gayus hingga tuntas sampai  ke dalang sesungguhnya. Kepolisian juga belum tuntas untuk mencari persembunyian harta Gayus sehingga konsekuensinya dia begitu mudah bisa menyogok aparat penegak hukum. Kedua, Gayus memiliki posisi daya tawar yang kuat kepada pihak-pihak yang pernah menerima suap selama dia menjadi pegawai pajak.

Kesepuluh, Polri menolak kasus Gayus diambil alih KPK. Padahal, kepolisian terlihat tak serius menanggani kasus tersebut. Penolakan ini telah terjadi sejak Maret 2010. Saat itu, Kadiv Humas Polri Brigjen Edward Aritonang mengatakan, Polri masih sanggup menangani kasus tersebut. "Nyatanya, Gayus malah berpelesir ke Bali," katanya